Satu detik..dua detik…tiga detik..dan seterusnya berubah
menjadi menit, menit berjalan ke menit dan akhirnya berubah menjadi jam. Terus
kupandangi denting jam yang tiada lelah berputar tak lelah berhenti. Petang
telah berubah menjadi malam yang hangat dan penuh aroma bahagia.
Bintang..bintang saling berkedip, dan bulan sabit melengkungkan senyumnya.
Seolah-olah ia bercengkrama dan mengajakku berbicara tentang bahasa cinta.
Masih kupandangi sedari tadi pintu gerbang rumah yang tetap kosong, belum ada
tanda-tanda kedatanganmu.
Kubalikkan arah dan kulirik lagi denting jam, hmm.. kurang
setengah jam lagi dari jadwal kedatangannya. Tangan ini sudah sejak tadi
berkeringat dingin dan perasaan jadi tak menentu, ada gurat-gurat senang dalam
diri namun tak mampu meluapkannya dengan lepas. Yah..malam ini dia akan datang,
datang menemuiku dan berbicara tentang cinta bersamaku malam ini.
Suara detrum mesin motor terdengar dari jarak beberapa meter
menuju rumahku. Ya Tuhan yang Maha Esa..benarkah dia datang? Degup jantungku
semakin lama semakin cepat dan terdengar keras. Aku berlari-lari kecil menuju
ruang tamu dan segera berlari mendatangi arah dentruman mesin motor tersebut.
Kubuka kunci gerbang selebar-lebarnya untuk dia, kutebar senyum hangat pelepas
rindu yang tersimpan sejak beberapa hari yang lalu.
Dia membalas senyumku. Senyum yang hangat yang selalu
dilontarkan didepan wajahku. “Ayo masuk” ajakku. Seperti biasa kami duduk
diberanda rumah dekat kolam ikan yang airnya bergemericik seperti susunan
partitur nada yang menyairkan lagu cinta.
“
kenapa diam?” tanyanya dengan nada halus penuh kasih.
“ aku
bahagia” jawabku singkat.
Ia
memelukku dengan hangat, seolah kita akan terpisah dalam waktu yang lama.
“ aku
enggan melepaskan pelukanku” ucapnya
“
jangan dilepas..‼ aku ingin dipeluk seperti ini selamanya” jawabku. Dalam beberapa menit kubiarkan
tubuhnya mendekap tubuhku, mengelus rambut dan pundakku. Menciumku.
“ hari
ini aku ingin menatapmu lebih lama, takut esok tak menyapaku” ucapnya
tiba-tiba.
Aku
merasa terjengkal dengan kata-katanya barusan. Seperti ia ingin meninggalkanku
ketempat yang jauh dari jangkauan nafasku.
“ jika
esok tak menyapamu, maka tak akan ada esok yang akan ku sapa, aku akan
mengabaikan esok dan meludahinya ketika ia tak menyapamu” celotehku dalam.
“ tenanglah sayang, esok akan
menyapaku, bahkan akan memberikan senyum paginya untuk menatap kecantikanmu.”
“
semoga saja”
“ aku
pulang ya, sudah malam.”
Aku
mengangguk berat.
“ besok
jemput aku ya?” pintaku seperti biasanya.
Kekasihku
tak menjawab, ia hanya melontarkan senyum terbaiknya malam itu. Roda motor
mulai berjalan dan beranjak dari tempatku berpijak. Kekasihku pergi.. dan hanya
mampu aku pandangi punggungnya dari belakang, semakin lama semakin mengecil dan
hilang.
Dengan senyum bahagia kulangkahkan kaki dengan langkah kecil
sedikit berjinjit, aku bahagia. Aku seakan menari-nari diatas taman bunga, atau
di didepan lautan manusia diatas panggung pentas penuhdaya pikat. Tuhan, aku
kembali mendapatkan rasa ini, rasa yang dulu pernah menghilang dan tak kusangka
aku mendapatkannya lagi.
Masih dengan perasaan bahagia akan kehadirannya, ku buka
pintu rumah dan masuk kedalam menuju ruang tamu, mengambil segelas air putih.
Baru beberapa tegukan tiba-tiba telpon berdering, aku berlari meraih gagang
telpon yang kuharap darinya.
“
hallo” sapa suara seorang perempuan dari kejauhan.
“ iya,
hallo. Ini siapa?” tanyaku penuh selidik.
“ ini
dari rumah sakit citra melia mbak, bisa bicara dengan anastasia?”
“ iya
saya sendiri, ada apa ya?”
Tanpa
banyak bertanya, tanpa banyak berpikir aku melangkahkan kaki menuju rumah
sakit, berlari dan berlari tanpa berhenti, tanpa mengenal lelah tanpa mengenal
apapun, yang ada hanya untuk dia seluruh rasaku. Kali ini langit mendung dan
matahari menundukkan pandangannya pada keadaanku. Ada rasa yang tiba-tiba
terampas dari genggamku. Rasa yang amat menekik urat nafasku, menyumbat
jengkal-jengkal aliran darahku. Membuyarkan airmataku dengan deras dan volume
yang banyak. Tuhan, takdir apa yang Kau tularkan pada kehidupanku?
Dengan
nafas terputus-putus, suara terpatah-patah, dan kaki yang tidak jenjang
berdiri. Aku berlari.. berlari dan mencari dimana keberadaannya dan akhirnya
aku mendapatkannya. Ia tidur diatas
tempat tidur dengan balutan perban dan lilitan selang-selang infus. Kudekap
erat disisinya, erat sangat erat. Tuhan jangan ambil dia..‼ dia milikku, dia
kekasihku dan dia adalah bagian nafasku.
Jangan bawa dia pergi denganMu ya Tuhan. Jangan jadikan ia kekasih yang hadir persekian
detik dalam hidupku, dan kemudian menghilang ditelan denting waktu.
Sabtu, 20 oktober 2012
14:46
Tidak ada komentar:
Posting Komentar