saya menulis untuk diri saya, dan apa yang pembaca baca adalah untuk pembaca. didalam tulisan saya, tidak merasa saya dan semua tulisan saya terkadang berisi tentang saya ^_^

Kamis, 08 Desember 2011

Makalah teori gestalt

Teori Gestalt

1.      Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
Psikologi Gestalt bermula pada lapangan pengamatan ( persepsi ) dan mencapai sukses yang terbesar juga dalam lapangan ini. Demonstrasinya mengenai peranan latar belakang dan organisasinya terhadap proses-proses yang diamati secara fenomenal demikian meyakinkan sehingga boleh dikatakan tidak dapat di bantah. Pandangan pokok psikologi Gestalt adalah berpusat bahwa apa yang dipersepsi itu merupakan suatu kebulatan, suatu unity atau suatu Gestalt. Psikologi Gestalt semula memang timbul berkaitan dengan masalah persepsi, yaitu pengalaman Wertheimer di stasiun kereta api yang disebutnya sebagai phi phenomena. Dalam pengalaman tersebut sinar yang tidak bergerak dipersepsi sebagai sinar yang bergerak (Garret, 1958). Walaupun secara objektif sinar itu tidak bergerak. Dengan demikian maka dalam persepsi itu ada peran aktif dalam diri perseptor. Ini berarti bahwa dalam individu mempersepsi sesuatu tidak hanya bergantung pada stimulus objektif saja, tetapi ada aktivitas individu untuk menentukan hasil persepsinya. Apa yang semula terbatas pada persepsi, kemudian berkembang dan berpengaruh pada aspek-aspek lain, antara lain dalam psikologi belajar. Ketika para ahli Psikologi Gestalt beralih dari masalah pengamatan ke masalah belajar, maka hasil-hasil yang telah kuat / sukses dalam penelitian mengenai pengamatan itu dibawanya dalam studi mengenai belajar . Karena asumsi bahwa hukum–hukum atau prinsip-prinsip yang berlaku pada proses pengamatan dapat ditransfer kepada hal belajar, maka untuk memahami proses belajar orang perlu memahami hukum-hukum yang menguasai proses pengamatan itu.

1.2  Rumusan Masalah
i.         Apa yang dimaksud teori gestalt?
ii.       Siapa saja tokoh-tokoh teori gestalt?
iii.     Jelaskan tentang konsep pokok dan proses konseling !
iv.     Bagaimanakah  aplikasi dalam teori gestalt?




1.3  Tujuan
i.         Mengetahui tentang pengertian teori gestalt.
ii.       Mengetahui tentang tokoh-tokoh teori gestalt.
iii.     Mengetahui tentang konsep pokok dan konsep konseling.
iv.     Mengetahui pengaplikasian teori gestalt dalam pembelajaran.

2.      Pembahasan
2.1  Teori Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil.
Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt Koffka, Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh.
Psikologi Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang berarti menggambarkan konfigurasi atau bentuk yang utuh. Suatu gestalt dapat berupa objek yang berbeda dari jumlah bagian-bagiannya. Semua penjelasan tentang bagian-bagian objek akan mengakibatkan hilangnya gestalt itu sendiri. Sebagai contoh, ketika melihat sebuah persegi panjang maka hal ini dapat dipahami dan dijelaskan sebagai persegi panjang berdasarkan keutuhannya atau keseluruhannya dan identitas ini tidak bisa dijelaskan sebagai empat garis yang saling tegak lurus dan berhubungan.
Psikologi gestalt adalah gerakan jerman yang secara langsung menantang psikologi strukturalisme Wundt. Para gestaltis mewarisi tradisi psikologi aksi dari Brentano, Stumpf dan akademi Wurzburg di jerman, yang berupaya mengembangkan alternatif bagi model psikologi yang diajukan oleh model ilmu pengetahuan alam reduksionistik dan analitik dari Wundt.
Gerakan gestalt lebih konsisten dengan tema utama dalam filsafat jerman yakni aktivitas mental dari pada sistem Wundt. Psikologi gestalt didasari oleh pemikiran Kant tentang teori nativistik yang mengatakan bahwa adanya proses berfikir membuat individu dapat berinteraksi dengan lingkungannya melalui cara-cara yang khas. Sehingga tujuan psikologi gestalt adalah menyelidiki cara-cara berfikir seseorang dan mengetahui secara tepat karakteristik interaksi manusia dengan lingkungannya
Psikologi gestalt diawali dan dikembangakan melalui tulisan-tulisan tiga tokoh penting, yaitu Max Wertheimer, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Ketiganya dididik dalam atmosfer intelektual yang menggairahkan pada awal abad 20 di Jerman, dan ketiganya melarikan diri dari kejaran nazi dan bermigrasi ke Amerika.
Tetapi di Amerika psikologi gestalt tidak memperoleh dominasi seperti di Jerman. Hal ini dikarenakan psikologi Amerika telah berkembang melalui periode fungsionalisme dan pada tahun 1930-an didominasi oleh behaviorisme. Oleh karena itu, kerangka psikologi gestalt tidak sejalan dengan perkembangan-perkembangan di Amerika.

2.2  Tokoh-tokoh gestalt
1. Max Wertheimer (1880-1943)
Max Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt. Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880. Ia mendapat gelar Ph.D nya di bawah bimbingan Oswald Kulpe. Antara tahun 1910-1916, ia bekerja di Universitas Frankfurt di mana ia bertemu dengan rekan-rekan pendiri aliran Gestalt yaitu, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka.
Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler (1887-1967) dan Kurt Koffka (1887-1941) melakukan eksperimen yang akhirnya menelurkan ide Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di Univeristy of Frankfurt bersama-sama dengan Koehler dan Koffka yang saat itu sudah menjadi asisten di sana. Konsep pentingnya : Phi phenomenon, yaitu bergeraknya objek statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi. Weirthmeir menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima. Proses ini terjadi di otak dan sama sekali bukan proses fisik tetapi proses mental sehingga diambil kesimpulan ia menentang pendapat Wundt.
Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt setelah dia melakukan eksperimen dengan menggunakan alat yang bernama stroboskop, yaitu alat yang berbentuk kotak dan diberi suatu alat untuk dapat melihat ke dalam kotak itu. Di dalam kotak terdapat dua buah garis yang satu melintang dan yang satu tegak. Kedua gambar tersebut diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari garis yang melintang kemudian garis yang tegak, dan diperlihatkan secara terus menerus. Kesan yang muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke melintang. Gerakan ini merupakan gerakan yang semu karena sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak melainkan dimunculkan secara bergantian.
Pada tahun 1923, Wertheimer mengemukakan hukum-hukum Gestalt dalam bukunya yang berjudul “Investigation of Gestalt Theory”. Hukum-hukum itu antara lain :
a) Hukum Kedekatan (Law of Proximity)
b) Hukum Ketertutupan ( Law of Closure)
c) Hukum Kesamaan (Law of Equivalence)

2. Kurt Koffka (1886-1941)
Koffka lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886. Kariernya dalam psikologi dimulai sejak dia diberi gelar doktor oleh Universitas Berlin pada tahun 1908. Pada tahun 1910, ia bertemu dengan Wertheimer dan Kohler, bersama kedua orang ini Koffka mendirikan aliran psikologi Gestalt di Berlin. Sumbangan Koffka kepada psikologi adalah penyajian sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt.
Teori Koffka tentang belajar antara lain:
a.       Jejak ingatan (memory traces), adalah suatu pengalaman yang membekas di otak. Jejak-jejak ingatan ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti prinsip-prinsip Gestalt dan akan muncul kembali kalau kita mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan jejak-jejak ingatan tadi.
b.      Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan.
c.       Perjalanan waktu itu tidak dapat melemahkan, melainkan menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak tersebut cenderung diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang lebih baik dalam ingatan.
d.      Latihan yang terus menerus akan memperkuat jejak ingatan.

3. Wolfgang Kohler (1887-1967)
Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Kohler memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1908 di bawah bimbingan C. Stumpf di Berlin. Ia kemudian pergi ke Frankfurt. Saat bertugas sebagai asisten dari F. Schumman, ia bertemu dengan Wartheimer dan Koffka. Kohler berkarier mulai tahun 1913-1920, ia bekerja sebagai Direktur stasiun “Anthrophoid” dari Akademi Ilmu-Ilmu Persia di Teneriffe, di mana pernah melakukan penyelidikannya terhadap inteligensi kera.
Hasil kajiannya ditulis dalam buku betajuk The Mentality of Apes (1925) Eksperimennya adalah : seekor simpanse diletakkan di dalam sangkar. Pisang digantung di atas sangkar. Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan jenis. Mula-mula hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu tetapi tidak berhasil. Karena usaha-usaha itu tidak membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah memikir cara untuk mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan memanjatnya untuk mencapai pisang itu.
Menurut Kohler apabila organisme dihadapkan pada suatu masalah atau problem, maka akan  terjadi ketidakseimbangan kognitif, dan ini akan berlangsung sampai masalah tersebut terpecahkan. Karena itu, menurut Gestalt apabila terdapat ketidakseimbangan kognitif, hal ini akan mendorong organisme menuju ke arah keseimbangan. Dalam eksperimennya Kohler sampai pada kesimpulan bahwa organism –dalam hal ini simpanse– dalam memperoleh pemecahan masalahnya diperoleh dengan pengertian atau dengan insight.

4. Kurt Lewin (1890-1947)
Pandangan Gestalt diaplikasikan dalam field psychology oleh Kurt Lewin. Lewin lahir di Jerman, lulus Ph.D dari University of Berlin dalam bidang psikologi thn 1914. Ia banyak terlibat dengan pemikir Gestalt, yaitu Wertheimer dan Kohler dan mengambil konsep psychological field juga dari Gestalt. Pada saat Hitler berkuasa Lewin meninggalkan Jerman dan melanjutkan karirnya di Amerika Serikat. Ia menjadi professor di Cornell University dan menjadi Director of the Research Center for Group Dynamics di Massacusetts Institute of Technology (MIT) hingga akhir hayatnya di usia 56 tahun.
Mula-mula Lewin tertarik pada paham Gestalt, tetapi kemudian ia mengkritik teori Gestalt karena dianggapnya tidak adekuat. Lewin kurang setuju dengan pendekatan Aristotelian yang mementingkan struktur dan isi gejala kejiwaan. Ia lebih cenderung kearah pendekatan yang Galilean, yaitu yang mementingkan fungsi kejiwaan. Konsep utama Lewin adalah Life Space, yaitu lapangan psikologis tempat individu berada dan bergerak. Lapangan psikologis ini terdiri dari fakta dan obyek psikologis yang bermakna dan menentukan perilaku individu (B=f L).
Tugas utama psikologi adalah meramalkan perilaku individu berdasarkan semua fakta psikologis yang eksis dalam lapangan psikologisnya pada waktu tertentu. Life space terbagi atas bagian-bagian yang memiliki batas-batas. Batas ini dapat dipahami sebagai sebuah hambatan individu untuk mencapai tujuannya. Gerakan individu mencapai tujuan (goal) disebut locomotion. Dalam lapangan psikologis ini juga terjadi daya (forces) yang menarik dan mendorong individu mendekati dan menjauhi tujuan. Apabila terjadi ketidakseimbangan (disequilibrium), maka terjadi ketegangan (tension).
Salah suatu teori Lewin yang bersifat praktis adalah teori tentang konflik. Akibat adanya vector-vector yang saling bertentangan dan tarik menarik, maka seseorang dalam suatu lapangan psikologis tertentu dapat mengalami konflik (pertentangan batin) yang jika tidak segera diselesaikan dapat mengakibatkan frustasi dan ketidakseimbangan.
Berdasarkan kepada vector yang saling bertentangan itu. Lewin membagi konflik dalam 3 jenis :
a)      Konflik mendekat-mendekat (Approach-Approach Conflict)
Konflik ini terjadi jika seseorang menghadapi dua obyek yang sama-sama bernilai positif.
b)      Konflik menjauh-menjauh (Avoidance-Avoidance Conflict)
Konflik ini terjadi kalau seseorang berhadapan dengan dua obyek yang sama-sama mempunyai nilai negative tetapi ia tidak bisa menghindari kedua obyek sekaligus.
c)      Konflik mendekat-menjauh (Approach-Avoidance Conflict)
Konflik ini terjadi jika ada satu obyek yang mempunyai nilai positif dan nilai negatif sekaligus.

2.3  Konsep Pokok
               Perls  menyatakan bahwa individu dalam hal ini adalah manusia, selalu aktif dengan keseluruhan. Ia juga menenegaskan bahwa ikatan antara individu/organism dengan lingkungannya hanya dialami sebagai apa yang ada di luar di dalam kulit, sebab dalam hubungan ini perhatian individu terhadap lingkungan bukan berarti suatau keadaan sadar, tetapi hanya pemusatan tingkah laku (kegiatan) bagian-bagian lingkungan yang relevan, dengan penyesuaian otot-otot, pengindraan dsb.
Ikatan ego merupakan diferensiasi antara self dengan yang lain, melalui proses identifikasi dan alienasi. Identifikasi berarti bahwa “saya” lebih berharga dari “yang lain”. Seorang individu meng identifikasikan dirinya dengan keluarganya, kelompoknya atau profesinya. Melalui identifikasi akan timbul cinta dan kerjasama dalam hubungan ikatan ego. Sedangkan alineasi timbul akibat adanya pertentangan, keganjilan, dan ketidaksenangan. Ditegaskan oleh Perls bahwa keseluruhan ide tentang baik dan buruk, benar dan salah, selalu merupakan masalah ikatan mengenai segi perlindungan dimana “saya” ada dilalui komunikasi bila dua individu saling bertemu, masing-masing mencoba membentuk suatu dunia yang mengandung kepentingan bersama. “saya” dan “engkau” berubah menjadi “kami” dalam suatu ikatan baru yang terbentuk.
Perls mengatakan bahwa konsep kepribadian disusun oleh Freud tidak sempurna, sebab freud tidak merumuskan lawan superego atau kata hati dengan jelas dan nyata. Perls menyebut superego top dog sebagai lawan dari under dog. Superego menyangkut kekuasaan, kebenaran dan kesempurnaan Top dog menghukum individu dengan “keharusan” “keinginan” dan “ketakutan” akan ancaman. Sedangkan under dog menguasai individu dengan penekanan yang baik dan keadaan mempertahankan diri.
Menurut perls individu tersiksa oleh kedua kekuatan dari dalam tersebut, yaitu top dog dan under dog yang selalu berlomba ingin mengontrolnya. Konflik ini tidak pernah sempurna dan merupakan suatu bentuk penyiksaan diri.
Proses konseling
Proses terapi gestalt :
1)      Membentuk pola pemikiran terapeutik, agar tercipta situasi yang memungkinkan perubahan yang diharapkan pada klien. Pada setiap klien pola yang diciptakan berbeda karena setiap individu serta memilki kebutuhan yang bergantung pada masalah yang harus dipecahkan .
2)      Memaksa pengawasan yaitu koselor meyakinkan klien untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Ada 2 fase yaitu:
a.       Menimbulkan motivasi pada klien. Dalam hal ini di beri kesempatan untuk menyadari ketidakpuasannya. Makin tyinggi penyadaran atas ketidakpuasaanya makin besar motivasi untuk mencapai perubahan dirinya, sehinnga makin tinggi keinginan klien untuk bekerjasama dengan konselor.
b.      Menciptakan rapport yaitu hubungan baik antara konselor dan klien agar timbul rasa percaya pada klien bahwa segala usaha konselor itu disadari benar oleh klien untuk kepentingannya.
3)      Klien didorong untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada pertemuan terapi saat ini. Klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu dalam situasi di sini-saat ini. Klien diberi kesempatan mengungkapkan segala perasaannya dengan dasar asosiasi bebas. Melalui fase ini konselor berusaha menemukan celah/aspek kepribadian yang hilang. Dari sisni ditemukan penyembuhan apa yang harus dilakukan.
4)      Pada fase ini klien harus memilki cirri-ciri yang menunjukkan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.
Adapun teknik-teknik yang bisa digunakan dalam konseling Gestalt antara lain :
a.       Enhancing Awareness yaitu klien dibantu untuk berada pada pengalamannya sekarang secara sadar.
b.      Personality pronouns yaitu klien diminta untuk mempribadikannya pikirannya untuk meningkatkan kesadaran pribadinya.
c.       Changing question to statemens yaitu mendorong klien untuk untuk menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong untuk mengekpresikan dirinya dan bertanggung jawab bagi komunikasinya.
d.      Assuming responsibility yaitu klien diminta untuk mengalihkan kata “won’t” untuk can’t”.
e.       Bertanya “bagaimana” dan “apa”  menjadikan individu masuk  ke dalam pengalaman perilakunya sendiri.
f.       Sharing hunces yaitu mendorong klien untuk mengeksplorasi dari dengan menanamkan tilikan seperti  “Saya lihat”
g.       Bringing the past into the now membantu klien agar menggalami pengalaman-pengalaman masa lalu dalam situasi sekarang.
h.      Expressing resentments and appreciation yaitu membantu klien untuk mengidentifikasi dan menyatakan keadaandan penghargaan dirinya.
i.        Using body expression yaitu mengamati ekspresi badan klien dan memusatkan perhatian untuk membantu kesadaran individu.

2.4  Aplikasi Prinsip Gestalt
1. Belajar
Proses belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar,
terjadi reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah proses belajar terjadi, seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu problem.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a.       Pengalaman tilikan (insight) : bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b.      Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) : kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari.
c.       Perilaku bertujuan (purposive behavior) : bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d.      Prinsip ruang hidup (life space) : bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e.       Transfer dalam Belajar : yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tatasusunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.
2. Insight
Pemecahan masalah secara jitu yang muncul setelah adanya proses pengujian berbagai dugaan/kemungkinan. Setelah adanya pengalaman insight, individu mampu menerapkannya pada problem sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error lagi. Konsep insight ini adalah fenomena penting dalam belajar, ditemukan oleh Kohler dalam eksperimen yang sistematis.
Timbulnya insight pada individu tergantung pada :
a. Kesanggupan
       Kesanggupan berkaitan dengan kemampuan inteligensi individu.
b. Pengalaman
       Dengan belajar, individu akan mendapatkan suatu pengalaman dan pengalaman itu
akan menyebabkan munculnya insight.
a.       Taraf kompleksitas dari suatu situasi
Semakin kompleks masalah akan semakin sulit diatas
b.      Latihan
Dengan banyaknya latihan akan dapat mempertinggi kesangupan memperoleh insight, dalam situasi-situasi yang bersamaan yang telah dilatih .
e. Trial and eror
Sering seseorang itu tidak dapat memecahkan suatu masalah. Baru setelah mengadakan percobaan-percobaan, sesorang itu dapat menemukan hubungan berbagai unsur dalam problem itu, sehingga akhirnya menemukan insight.
Menurut Hilgard(1948 : 190-195) memberikan enam macam sifat khas belajar dengan insight :
1. Insight termasuk pada kemampuan dasar
Kemampuan dasar berbeda-beda dari individu yang satu ke individu yang lain. Pada umumnya anak yang masih sangat muda sukar untuk belajar dengan insight ini.
2. Insight itu tergantung pengalaman masa lampau yang relevan.
3. Insight tergantung kepada pengaturan secara eksperimental
4. Insight itu didahului oleh suatu periode coba-coba
5. Belajar dengan insight itu dapat diulangi
6. Insight yang telah sekali didapatkan dapat dipergunakan untuk menghadapi   situasi-situasi yang baru
 Teori gestalt banyak dipakai dalam proses desain dan cabang seni rupa lainnya, karena banyak menjelaskan bagaimana persepsi visual bisa terbentuk. Persepsi jenis ini bisa terbentuk karena:
  1. Kedekatan posisi (proximity)
  2. Kesamaan bentuk (similiarity)
  3. Penutupan bentuk (closure)
  4. Kesinambungan pola (continuity)
  5. Kesamaan arah gerak (common fate)
Faktor inilah yang menyebabkan kita sering bisa merasakan keteraturan dari pola-pola yang sebenarnya acak. Misalnya saat seseorang melihat awan, dia dengan mudah bisa menemukan bentuk muka seseorang. Hal ini disebut pragnan. 
Terbentuknya perilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan dari proses interaksi dengan lingkungan. Cara yang kedua inilah yang paling besar pengaruhnya terhadap perilaku manusia.

Terbentuknya dan perubahan perilaku karena proses interaksi antara individu dengan lingkungan ini melalui suatu proses yakni proses belajar. Oleh sebab itu, perubahan perilaku dan proses belajar itu sangat erat kaitannya. Perubahan perilaku merupakan hasil dari proses belajar.

3. Memory
Hasil persepsi terhadap obyek meninggalkan jejak ingatan. Dengan berjalannya waktu, jejak ingatan ini akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip organisasional terhadap obyek. Penerapan Prinsip of Good Form seringkali muncul dan terbukti secara eksperimental. Secara sosial, fenomena ini juga menjelaskan pengaruh gosip/rumor.
Fenomena gosip seringkali berbeda dengan fakta yang ada. Fakta yang diterima sebagai suatu informasi oleh seseorang kemudian diteruskan kepada orang lain dengan dengan dilengkapi oleh informasi yang relevan walaupun belum menjadi fakta atau belum
diketahui faktanya.

Implikasi Gestalt
a. Pendekatan fenomenologis : menjadi salah satu pendekatan yang eksis di psikologi dan dengan pendekatan ini para tokoh Gestalt menunjukkan bahwa studi psikologi dapat mempelajari higher mental process, yang selama ini dihindari karena abstrak, namun tetap dapat mempertahankan aspek ilmiah dan empirisnya. Fenomenologi memainkan peran yang sangat penting dalam sejarah psikologi. Heidegger adalah murid Edmund Husserl (1859-1938), pendiri fenomenologi modern. Husserl adalah murid Carl Stumpf, salah seorang tokoh psikologi eksperimental “baru” yang muncul di Jerman pada akhir pertengahan abad XIX. Kohler dan Koffka bersama Wertheimer yang mendirikan psikologi Gestalt adalah juga murid Stumpf, dan mereka menggunakan fenomenologi sebagai metode untuk menganalisis gejala psikologis.
Fenomenologi adalah deskripsi tentang data yang berusaha memahami dan bukan
menerangkan gejala-gejala. Fenomenologi kadang-kadang dipandang sebagai suatu metode pelengkap untuk setiap ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan mulai dengan mengamati apa yang dialami secara langsung.
b. Pandangan Gestalt menyempurnakan aliran behaviorisme: dengan menyumbangkan ide untuk menggali proses belajar kognitif, berfokus pada higher mental process. Adanya perceptual field diinterpretasikan menjadi lapangan kognitif dimana prosesproses mental seperti persepsi, insight, dan problem solving beroperasi. Tokoh: Tolman (dengan Teori Sign Learning) dan Kohler (eksperimen menggunakan simpanse sebagai hewan coba).

Kritik dan Kontribusi

Kritik yang disampaikan pada Gestalt:
1.      Terminology yang digunakan cenderung “indiosyncratic” kepada sisrem
2.      Sedikit bukti empiris penelitian terhadap efektivitas terpi
Sedangkan kontribusinya adalah dalam hal penekanan pada keseluruhan dan kesatuan perilaku. Berkaitan dengan ini, adalah penggunaan pentingnya perilaku non-verbal sebagai bagian integral sumber pengetahuan terhadap individu.

3.       Penutup
3.1   Kesimpulan
Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt Koffka, Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler.

3.2   Saran
Untuk konselor : jika menggunakan teori gestalt dalam bimbingan untuk konseling, konselor harus memiliki hubungan baik terlebih dahulu dengan konseling agar dalam proses bimbingan konseling ini dapat perjalan lancar. Konselor juga harus mengerti setiap pribadi masing-masing konseling.
Untuk konseling : konseling harus memiliki rasa percaya pada konselor, bahwa konselor bisa mengatasi masalah yang dihadapinya.

2 komentar:

Orange_Greene mengatakan...

Wuiii... catatan kuliah ya???
follow jg http://orangegreene.blogspot.com/

The Journey mengatakan...

btw kok gk ada referensinya..??
lengkapin donk,, soalya tulisannya menarik..!!!